Makalah
kelompok 8
“MISKONSEPSI BK”
Dibuat
untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah “dasar dasar bimbingan dan konseling”
yang dibimbing oleh : Dr. Rifda El fiah, M.Pd
Disusun oleh:
Mudirul Achmad Ponja(1511080089)
Nadia
Anggraeni Utami(1511080095)
Nova Gita
Monica (1511080145)
Kelas B

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN RADENINTAN LAMPUNG
1437 H/2015 M
|KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas limpah ramat serta karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah “Dasar dasar bimbingan & konseling”
ini dengan lancar dan pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan ini
tidak lupa kami ucapkan banyak trima kasih kepada ibu Dr. Rifda El fiah, M.Pd Selaku dosen pembimbing dan kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan
makalah ini tentunya tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan sehingga saran
dan kritik diharapkan untuk menambah dinamika pemikiran Islam yang saat ini
mulai tampak lemah di tengah – tengah kehidupan bermasyarakat. Semoga amal baik
kita semua dalam memberikan kontribusi bagi bangkitnya pemikiran Islam di
tengah masyarakat menjadi investasi akhirat dengan keridhoan-Nya tentunya.
Akhir kata, kami
ucapkan terima kasih dan mohon ma’af apabila ada kekurangan atau kesalahan
dalam mengerjakan tugas ini.
Bandar
lampung, 20 Nopember 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................................i
KATA
PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR
ISI...............................................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................................1
Rumusan masalah...........................................................................................1
Tujuan..............................................................................................................1
BAB
II PEMBAHASAN
Miskonsepsi (kesalahpahaman) tentang bk.................................................2
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................8
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Peran guru BK dalam implemetasi kurikulum 2013 akan
semakin penting, pasalnya di tingkat SMA sederajat penjurusan ditiadakan,
diganti dengan kelompok peminatan,” tegas guru besar bimbingan dan konseling
Prof Mungin Eddy Wibowo, ketika menjadi pembicara pada seminar nasional
bimbingan dan konseling di hotel Grasia Semarang, Sabtu (4/5).
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa
berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun
karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan
norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya
proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat
perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan
lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya.
Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni
proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat
dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang
penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara
individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah
dan memperbaiki perilaku.
Namun, kebanyakan orang memandang guru BK adalah guru
yang mengatasi siswa-siswa yang nakal.sedangkan fungsi dan kerja guru BK tidak
seperti itu, oleh karena itu makalah ini dibuat, agar mengetahui kesalahpahaman
tentang fungsi BK..
B. RUMUSAN
MASALAH
Apa
saja kesalahpahaman dalam bk ?
C. TUJUAN
Mengetahui
seberapa kesalahpahaman tentang fungsi dan tugas guru bk ?
BAB II
PEMBAHASAN
MISKONSEPSI (KESALAHPAHAMAN) TENTANG BK
Bimbingan
dan Konseling dalam perjalanannya masih banyak menghadapi beberapa hambatan dan
problematika. Bimbingan Konseling masih jalan tersendat-sendat dalam
pelaksanaanya, baik itu dalam lingkup sekolah, masyarakat, kerja ataupun
organisasi.
Hambatan
dan problematika itu sendiri sebenarnya bukan disebabkan faktor eksternal
tetapi pada dasarnya bersumber dari faktor internal. Bimbingan dan konseling
hingga kini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pandangan ini timbul
disebabkan karena memang kurangnya profesionalitas dan dedikasi yang tinggi
dari orang-orang menekuni bidang bimbingan dan konseling.
A. Problematika Eksternal (Masyarakat)
Problematika
dalam pelaksanaan BK di masyarakat pada dasarnya disebabkan karena adanya
pandangan yang keliru dari masyarakat. Pandangan yang keliru tersebut antara
lain :
1. Layanan Bimbingan dan Konseling dapat
dilakukan oleh siapa saja
Benarkah
pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa
saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan
konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara
amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu
mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain
dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan
konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli
dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui
pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi, serta pengalaman-pengalaman.
“Sesungguhnya
orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja kepada kita adalah orang yang
kuat lagi terpercaya.” (QS Al Qashash: 26)
“Apabila
suatu urusan itu tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya.” (Shahih Bukhari, kitab Ar-Riqaq, Bab Raf’il Amanah 11: 333)
2. Bimbingan dan Konseling hanya untuk orang yang
bermasalah saja
Sebagian
orang berpandangan bahwa BK itu ada karena adanya masalah, jika tidak ada maka
BK tidak diperlukan, dan BK itu diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah
saja.
Memang
tidak dipungkiri bahwa salah satu tugas utama bimbingan dan konseling adalah
untuk membantu dalam menyelesaikan masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK
itu sendiri adalah melakukan tindakan preventif agar masalah tidak timbul dan
antisipasi agar ketika masalah yang sewaktu-waktu datang tidak berkembang
menjadi masalah yang besar.
Kita
pastinya tahu semboyan yang berbunyi “Mencegah itu lebih baik daripada
mengobati”.
3. Keberhasilan layanan BK tergantung kepada
sarana dan prasarana
Sering
kali kita temukan pandangan bahwa kehandalan dan kehebatan seorang konselor itu
disebabkan dari ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan mutakhir.
Seorang konselor yang dinilai tidak bagus kinerjanya, seringkali berdalih
dengan alasan bahwa ia kurang didukung oleh sarana dan prasarana yang bagus.
Sebaliknya pihak konseli pun terkadang juga terjebak dalam asumsi bahwa
konselor yang hebat itu terlihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki
konselor.
Pada
hakikatnya kehebatan konselor itu dinilai bukan dari faktor luarnya, tetapi
lebih kepada faktor kepribadian konselor itu sendiri, termasuk didalamnya
pemahaman agama, tingkah laku sehari-hari, pergaulan dan gaya hidup.
4. Konselor harus aktif, sedangkan konseli
harus/boleh pasif
Sering
kita temukan bahwa konseli sering menyerahkan sepenuhnya penyelesaian
masalahnya kepada konselor, mereka menganggap bahwa memang itulah kewajiban
konselor, terlebih lagi jika dalam pelayanan Bk tersebut konseli harus
membayar. Hal ini terjadi sebenarnya juga disebabkan karena tak jarang konselor
yang membuat konseli itu menjadi sangat berketergantungan dengan konselor.
Konselor terkadang mencitrakan dirinya sebagai pemecah masalah yang handal dan
dapat dipercaya. Konselor seperti ini biasanya berorientasi pada ekonomi bukan
pengabdian. Tak jarang juga konselor yang enggan melepaskan konselinya,
sehingga dia merekayasa untuk memperlambat proses penyelesaian masalah, karena
tentunya jika tiap pertemuan konseli harus membayar maka akan semakin banyak
keuntungan yang diperoleh konselor.
5. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan
Konseling harus segera terlihat
Seringkali
konseli (orangtua/keluarga konseli) yang berekonomi tinggi memaksakan kehendak
kepada konselor untuk dapat menyelesaikan masalahnya secepat mungkin tak peduli
berapapun biaya yang harus dikeluarkan. Tidak jarang konselor sendiri secara
tidak sadar atau sadar (karena ada faktor tertentu) menyanggupi keinginan
konseli yang seperti ini, biasanya konselor ini meminta kompensasi dengan
bayaran yang tinggi. Yang lebih parah justru kadang ada konselor itu sendiri
yang mempromosikan dirinya sebagai konselor yang mampu menyelesaikan masalah
secara tuntas dan cepat.
Pada
dasarnya yang mampu menganalisa besar/kecil nya masalah dan cepat/lambat nya
penanganan masalah adalah konselor itu sendiri, karena konselor tentunya
memahami landasan dan kerangka teoritik BK serta mempunyai pengalaman dalam
penanganan masalah yang sejenisnya.
B. Problematika Internal (Konselor)
Masalah
yang timbul diluar sebenarnya berasal dari para konselor itu sendiri, pandangan
para konselor yang salah akan BK menyebabkan mereka salah langkah dalam
memberikan pelayana BK. Pandangan yang salah tersebut antara lain :
1. Menyamakan pekerjaan Bimbingan
dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater
Dalam
hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan
konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan
konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai
teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik
dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau
pun penyembuhannya.
Kendati
demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan
pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan
orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun
sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau
psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya,
sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara
konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, dan
modifikasi perilaku.
2. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua
klien
Walau
mungkin masalah yang dihadapi konseli sejenis atau sama tetapi tetap saja tidak
bisa disamaratakan dalam penyelesaiannya. Cara apapun yang akan dipakai untuk
mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang
terkaitdengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan
semua masalah. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam
mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda
untuk mengatasinya.
Harus
difahami bahwa setiap manusia itu berbeda dalam kepribadian dan kemampuannya.
sehingga dalam penyelesaian masalah harus disesuaikan dengan keadaan konseli
itu sendiri. Bahkan jika seorang konselor ingin mengadopsi cara/yeknik
penyelesaian dari konselor lain, maka harus disesuaikan juga dengan kemampuan
konselor itu sendiri (yang mengadopsi).
3. Bimbingan dan Konseling mampu bekerja sendiri
Pelayanan
bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang
sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama
dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang
sedang dihadapi oleh klien.
Namun
demikian, konselor tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas
lain. Sebagai tenaga profesional konselor harus terlebih dahulu mampu bekerja
sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain.
4. Bimbingan dan Konseling dianggap sebagai
proses pemberian nasihat semata
Bimbingan
dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian
nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan
konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan
klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
Misalkan,
ada konseli yang suka mabuk, pelayanan bimbingan dan konseling hanya berkutat
pada penekanan/nasihat bahwa mabuk itu tidak baik. Seharusnya pelayanan yang
diberikan adalah menggali faktor-faktor luar yang menyebabkan konseli tersebut
menjadi suka mabuk.
C. Problematika Dalam Dunia Pendidikan
Problematika
utama dalam peaksanaan BK di dunia pendidikan, juga tidak jauh karena adanya
kekeliruan pandangan, berikut ini kekeliruan-kekeliruan tersebut :
1. Bimbingan dan Konseling hanya pelengkap
kegiatan pendidikan
Ada
sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling itu hanyalah
pelengkap dalam pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah
implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai
pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti
penting bimbingan dan konseling di sekolah.
Kendati
begitu bukan berarti BK dan pendidikan harus dipisahkan, pada hakikatnya dua
unsur ini saling membutuhkan dan saling melengkapi. Bimbingan dan konseling
memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan, yaitu
mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal.
Perbedaannya hanya terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana
masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda.
2. Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah
“polisi sekolah”
Masih
banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah”. Hal ini
disebabkan karena seringkali pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya masalah
pelanggaran kedisiplinan dan peraturan sekolah lainnya kepada guru BK. Bahkan
banyak guru BK yang diberi wewenang sebagai eksekutor bagi siswa yang
bermasalah. Sehingga banyak sekali kita temukan di sekolah-sekolah yang
menganggap guru Bk sebagai guru “killer” (yang ditakuti). Guru (BK) itu bukan
untuk ditakuti tetapi untuk disegani, dicintai dan diteladani.
Jika
kita menganalogikan dengan dunia hukum, konselor harus mampu berperan sebagai
pengacara, yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat mencurahkan isi
hati dan pikiran. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi
informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang
dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan
memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Kendati demikian, konselor juga
tidak bisa membela/melindungi siswa yang memang jelas bermasalah, tetapi
konselor boleh menjadi jaminan untuk penangguhan hukuman/pe-maaf-an bagi
konselinya. Yang salah tetaplah salah tetapi hukuman boleh saja tidak
diberikan, bergantung kepada besar kecilnya masalah itu sendiri.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk
siswa tertentu saja
Bimbingan
dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa
yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus
dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap
siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai
bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masalah
yang dihadapi dalam pelaksanaan BK saat ini pada awalnya disebabkan dari
pihak-pihak penyelenggara BK itu sendiri. Kurangnya profesionalitas dan
dedikasi yang tinggi dari para ahli BK menyebabkan BK menjadi kurang dihargai
di masyarakat. BK dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Hingga
kehadiran BK dianggap sebagai suatu yang biasa saja atau bahkan sia-sia belaka.
Masalah
utama yang dihadapi BK saat ini adalah timbulnya persepsi-persepsi keliru/salah
beberapa kalangan akan arti dan hakikat bimbingan dan konseling. Langkah utama
selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk merubah persepsi-persepsi kalangan
tersebut agar sesuai hakikat bimbingan dan konseling itu sendiri. Hal ini
tentunya dengan cara pemberian materi yang lebih baik kepada konselor agar para
konselor benar-benar memahami hakikat dari BK itu sendiri, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan sosialisasi kepada masyarakat.
Jika
pandangan masyarakat sudah berubah akan BK, maka tentunya pelaksanaan BK akan
semakin mudah, bahkan justru dianggap sebagai salah satu kebutuhan utama, yang
keberadaannya benar-benar menjadi vital dalam suatu lingkungan (sekolah, dunia
kerja, organisasi dan masyarakat).
DAFTAR PUSTAKA
·
Al
Quranul Karim
·
Prayitno.2003.
Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta
·
Sunayo
Kartadinata.“Layanan Bimbingan dan Konseling Sarat Nilai”.Pikiran Rakyat, 6 September 2006, hal. 20
·
Andi Mappiare AT. 2002. Pengantar Konseling
dan Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada
·
H. M. Umar, Drs. Sartono, Drs. 1998. Bimbingan dan Penyuluhan,
Bandung : CV. Pustaka
·
https://rahdzi.wordpress.com/2009/01/15/bk-dengan-masalahnya/tanggal pengkopian 16 november 2015 pukul
15.55
·
http://blognyahusnaratnasaribukhari1518.blogspot.co.id/2014/10/miskonsepsi-dalam-bk.html tanggal pengkopian 16 november 2015 pukul
15.55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar