TUGAS
KESEHATAN MENTAL
“Konseling
untuk mengembangkan kesehatan mental”
Disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Kesehatan Mental
Dosen Pengampu : Rizkiyani Istifada,S.Kep.,Ns

Oleh Kelompok VI
Mudirul Achmad Ponja (1511080089)
Nur Aini (1511080110)
Puji Rahayu (1511080113)
Rismasari Adhaputri (1511080134)
Shinta Safitri (1511080145)
Siti Mardiyati (1511080150)
KELAS/SEMESTER: B/II (DUA)
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan
kepada Allah Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Yang berjudul ” Konseling untuk mengembangkan kesehatan mental ”
Meskipun banyak hambatan yang
kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaian
makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan
terima kasih kepada teman – teman yang sudah memberi kontribusi dan
partisipasinya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah
ini. kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung,12 Mei 2016
Kelompok 6
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk mencapai
tujuan yang hendak dicapainya.
Konseling
ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor yang terlatih dengan
klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara perorangan, meskipun
kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Konseling adalah ‘proses
interaksi: (a). terjadi antara dua orang individu yang disebut konselor dan
klien, (b). terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi (profesional), (c).
diciptakan dan dibina sebagai salah satu cara untuk memudahkan terjadinya
perubahan-perubahan tingkah laku klien, sehingga ia memperoleh keputusan yang
memuaskan kebutuhannya’.
Ilmu
kesehatan mental merupakan salah satu cabang termuda dari ilmu jiwa yang tumbuh
pada akhir abad ke-19 M dan sudah ada di Jerman sejak tahun 1875 M. pada abad
kedua puluh, ilmu ini berkembang dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan modern.
Dari
pengetian di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan mental yaitu kemampuan
seseorang dalam menyesuaikan dirinya baik dengan orang lain serta dengan
lingkungannya dan orang tersebut sehat mentalnya dari gejalagejala kejiwaan dan
penyakit jiwa.
1.2. RUMUSAN MASALAH
- Untuk memahami tugas utama Konselor Kesehatan Mental?
- Untuk mengetahui apa itu Konseling untuk Mengembangkan Kesehatan Mental?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONSELING ISLAMI
Terkait
dengan konseling religius, dalam hal ini konseling islami, diartikan sebagai
“pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan
komitmen beragamanya. Sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung jawab
untuk mewujudkan kesejahteraan hidup bersama, baik secara fisik-jasmaniah
maupun psikis-ruhaniah, baik kebahagiaan di dunia ini maupun di akhirat kelak.
”Tujuan konseling religius adalah membantu individu agar memiliki sikap, kesadaran, pemahaman,atau perilaku sebagai berikut :
”Tujuan konseling religius adalah membantu individu agar memiliki sikap, kesadaran, pemahaman,atau perilaku sebagai berikut :
1. Memiliki
kesadaran akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah.
2. Memiliki
kesadaran bahwa hidupnya di dunia sebagai khalifah Allah.
3. Memahami
dan menerima kondisi dirinya secara sehat.
4. Memiliki
kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur, dan menggunakan waktu luang.
5. Menciptakan
kehidupan keluarga yang fungsional.
6. Mengamalkan
ajaran agama, baik yang bersifat habluminallah maupun hablumminannas.
7. Memiliki
sikap dan kebiasaan belajar.
8. Memahami
masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah atau sabar.
9. Memahami
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stres.
10. Mampu
mengubah persepsi.
11. Mampu
mengambil hikmah.
12. Mampu
mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.
2.2. PRINSIP-PRINSIP
KESEHATAN MENTAL
Secara
singkat prinsip-prinsip kesehatan mental tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri
Prinsip ini biasa diistilahkan dengan self image. Prinsip ini
antara lain dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan
kepercayaan pada diri sendiri. Self Image yang juga disebut dengan
citra diri merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pribadi.
2. Keterpaduan antara
Integrasi diri
Yang dimaksud keterpaduan di sini adalah adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup
dan kesanggupan menghadapi stress.
3. Perwujudan Diri
(aktualisasi diri)
Merupakan proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang mampu mengaktualisasikan diri atau potensi yang
dimiliki, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan
memuaskan.
4. Berkemampuan menerima
orang lain.
Melakukan aktivitas
sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat. Untuk dapat penyesuaia
diri yang sukses dalam kehidupan, minimal orang harus memiliki kemampuan dan
keterampilan, mempunyai hubungan yang erat dengan orang yang mempunyai otoritas
dan mempunyai hubungan yang erat dengan teman-teman.
5. Berminat dalam
tugas
Berminat dalam tugas dan pekerjaan Orang
yang menyukai terhadap pekerjaan walaupaun berat maka akan cepat selasai
daripada pekerjaan yang ringan tetapi tidak diminatinya.
6. Pengawasan Diri
Mengadakan pengawasan terhadap hawa nafsu atau dorongan keinginan serta
kebutuhan oleh akal pikiran merupakan hal pokok dari kehidupan orang dewasa yang
bermental sehat dan kepribadian normal, karena dengan pengawasan tersebut orang
mampu membimbing segala tingkah lakunya.
2.3. KONSELOR KESEHATAN MENTAL
Konseling
kesehatan mental dibentuk pada tahun 1970-an. Konseling ini dibangun terutama
karena inisiatif legislatif, khususnya Community Mental Health Centers Act
1963, yang mendorong didirikannya pusat kesehatan mental secara nasional. Para
konselor tingkat master adalah penggagas utama dibalik pendirian American
Mental Health Conselors Association (AMHCA).
Melalui
AMHCA, mereka berafiliasi dengan American Counseling Association. Kekhususan
mereka dalam konseling kesehatan mental mendapat akreditasi tingkat master oleh
CACREP.
Sebagai
kelompok, konselor kesehatan mental bekerja dalam berbagai lingkungan, termasuk
pusat kesehatan mental, lembaga komunitas, rumah sakit psikiatris, organisasi
yang menangani kesehatan mental, pusat geriatis, badan pengendali krisis, dan
klinik bimbingan anak.
Beberapa
konselor kesehatan mental adalah praktisi pribadi. Mereka member konseling pada
berbagai kelompok klien, termasuk program bantuan korban pemerkosaan, keluarga
yang depresi, orang-orang yang berpotensi atau cenderung untuk bunuh diri, dan
mereka yang menderita kelainan yang sudah terdiagnosis. Konselor kesehatan mental
bekerja sama dengan tenaga lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja
social, perawat dan bagian psikiatri, dan ahli-ahli konseling lainnya serta
menjadi bagian dari tim.
Konselor
kesehatan mental sangat penting memahami psikopatologi, mempunyai keahlian
khusus yang berkaitan dengan kebutuhan dan minat dari populasi atau masalah
tertentu. Tugas utama konselor kesehatan mental adalah menilai dan menganalisis
latar belakang dan informasi terkini mengenai klien, mendiagnosis kondisi
mental dan emosional, mengeksplorasi solusi yangbisa dilakukan, dan
mengembangkan rencana perawatan. Aktivitas preventif dalam kesehatan mental dan
fisik juga sangat penting. Mereka menaruh perhatian pada perkembangan
professional yang berhubungan dengan bidang konseling terapan seperti konseling
perkawinan dan keluarga, penyalahgunaan obat/ketergantungan bahan kimia, dan
konseling kelompok kecil.
2.4. KONSELING UNTUK
KESEHATAN MENTAL
Konseling
dalam konteks ini adalah membantu individu (anak, remaja atau dewasa) agar
mampu mengembangkan potensinya menjadi insan yang dapat memaknai hidupnya
sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Konseling dapat dimaksudkan
sebagai pendekatan yang bersifat pengembangan(developmental), pencegahan
(preventive), maupun penyembuhan (curative).
Untuk
memfasilitasi berkembangnya potensi individu secara optimal, maka konseling
yang diberikan meliputi :
1. Konseling
ekologis, yaitu mengembangkan potensi dengan menciptakan lingkungan yang
kondusif, nyaman, menyenangkan, dan harmonis, baik di lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat (terapi psikologis,normatif, dan rekreatif).
2. Konseling
pribadi, sosial, belajar, yaitu mengembangkan potensi intelektual, emosional,
sosial, maupun moral spiritual. Konseling pribadi,ditunjukan agar individu
dapat memahami, menerima, danmengarahkan dirinya secara positif dan
konstruktif. Konseling sosial,ditujukan agar individu dapat memahami norma,
aturan ,atau adat yangdijunjung tinggi masyarakat, dan mampu menyesuaikan diri
terhadpanorma tersebut secara positif dan konstruktif. Sementara
konselingbelajar, ditujukan agar individu memiliki sikap dan kebiasaan
belajaryang positif, motivasi belajar yang tinggi, dan keterampilan belajar
yang efektif.
3. Konseling
kesehatan, yaitu mengembangkan pemahaman dan kemampuan untuk memelihara
kesehatan dan lingkungannya (seperti konseling reproduksi sehata kepada remaja,
cara-cara perawatankesehatan anak kepada ibu-ibu, dan pemberian informasi
tentangmemelihara lingkungan hidup yang bersih dan sehat kepada para siswadi
sekolah).
4. Konseling
keluarga, yaitu bantuan yang melibatkan para anggota keluarga, dalam upaya
memecahkan masalah yang mungkin atau sedang dialaminya.
5. Konseling
karier atau vokasional, yaitu mengembangkan pemahaman tentang karakteristik
pribadi, dunia kerja, dan pengembangan sikap positif terhadap dunia kerja
tersebut dengan berbagai permasalahannya, serta pemberian pelatihan
keterampilan kerja, baik di lingkungan sekolah maupun industri ataupun perusahaan.
6. Konseling
pernikahan, yaitu pemberian bantuan kepada individu yang akan memasuki jenjang
pernikahan (dalam konseling ini diberikan layanan informasi atau diskusi
tentang hukum).
7. Konseling
gangguan traumatik, yaitu bantuan kepada individu yang mengalami post traumatic
stress disorder (PTSD) atau yang mengalami stres akibat suatu peristiwa yang
dialaminya, yang sangat menggangu ketenangan, kenyamanan, seperti orang-orang
yang mengalami trauma dari pertistiwa pemerkosaan, peperangan, bencana alam,
kebakaran, perampokan, dan penyiksaan.
8. Konseling
atau konsultasi psikiatrik, yaitu bantuan yang diberikan oleh psikiater kepada
individu, baik anak, remaja, atau orang dewasa yang mengalami masalah berat
seperti depresi akut.
9. Konseling
religius, yaitu memberi pemahaman dan motivasi dalam memahami dan mengamalkan
nilai-nilai agama melalui peneladanan, pembiasan atau pelatihan, dialog, dan
pemberian informasi yang berlangsung sejak usia dini sampai dewasa.
2.5. LAYANAN KONSELING
KESEHATAN MENTAL
Konseling
kesehatan mental dalam sejarahnya didefinisikan dengan berbagai cara. Pada
awalnya diuraikan sebagai bentuk konseling khusus yang dilakukan dalam
lingkungan berbasis komunitas non pendidikan atau lingkungan kesehatan mental.
Konseling kesehatan mental mulai kemudian berevolusi, termasuk yang dipusatkan
pada perkembangan, hubungan dan condong ke arah perawatan, advokasi, atau
penanganan pribadi dan lingkungan. Bagi pendukung profesi konseling kesehatan
mental, di luar kekurangan yang terdapat dalam konseling kesehatan mental,
konseling kesehatan mental adalah sebuah profesi yang khusus karena
kurikulumnya (mencakup psikodiagnosis, psikopatologi, psikofarmakologi, dan
rencana perawatan). Konseling kesehatan mental adalah suatu bidang
antar-disiplin baik dalam sejarahnya, lingkungan praktik, pengetahuan /
keahlian, dan peran yang dimainkan. Sifatnya yang multidisiplin ini merupakan
suatu asset yang menghasilkan ide baru dan energi. Namun juga sekaligus sebagai
sebuah kelemahan dalam membantu mereka yang mengidentifikasikan diri sebagai
konselor kesehatan mental untuk membedakan diri dengan praktisi kesehatan
mental lainnya ya ng berkaitan erat dengannya. Konselor kesehatan mental
mempunyai keahlian konseling dasar selain keahlian khusus yang berkaitan dengan
kebutuhan dan minat dari populasi tertentu atau masalah tertentu. Tugas utama
konselor kesehatan mental adalah menilai dan menganalisa latar belakang dan
informasi terkini mengenai klien, mendiagnosa kondisi mental dan emosional,
mengeksplorasi solusi yang bisa dilakukan, dan mengembangkan rencana perawatan.
2.6. TEKNIK KONSELING
KESEHATAN MENTAL
Teknik
Konseling Kesehatan Mental Konselor kesehatan mental datang untuk memahami
informasi dari klien melalui observasi, wawancara dan tes sehingga mereka dapat
menentukan tindakan terbaik untuk membantu klien mereka. Mereka sering membantu
klien mereka berpikir dan membuat pilihan-pilihan positif. Cara konselor
kesehatan mental menggunakan teknik dan teori di dalam praktek sangat
bervariasi, dikarenakan lingkungan kerja mereka yang beraneka ragam dan
mempunyai kisaran fungsi konseling yang luas. Pemilihan teori yang digunakan
dalam konseling kesehatan mental oleh konselor berdasarkan kebutuhan klien.
Secara umum konseling kesehatan mental difokuskan pada dua masalah utama yaitu
: • Pencegahan dan peningkatan kesehatan mental • Perawatan kelainan dan
disfungsi. Kedua fokus konseling kesehatan mental tersebut juga dapat berlaku
bagi konseling kesehatan mental di dunia pendidikan.
Pencegahan
Primer dan Peningkatan Kesehatan Mental Dalam konseling kesehatan mental.
Pencegahan
primer dan peningkatan layanan kesehatan mental dijadikan penekanan utama.
Pencegahan primer dikarakteristikkan dengan “kualitas sebelum fakta terjadi”,
disengaja, dan beriorientasi kelompok atau massa bukan individual. Hall dan
Torres merekomendasikan dua model pencegahan primer yang tepat untuk diterapkan
pada remaja dengan skala komunitas, yaitu model pencegahan konfigurasi Bloom
dan formulasi insidensi. Model Bloom berfokus pada tiga dimensi yaitu :
1. Konselor
harus bekerja untuk meningkatkan kekuatan individu dan mengurangi keterbatasan
individu
2. Mereka
harus meningkatkan dukungan sosial (contohnya, melalui orang tua, teman sebaya)
dan mengurangi tekanan sosial.
3. Variabel
lingkungan, seperti kemiskinan, bencana alam dan program komunitas bagi remaja
harus diatasi.
Model Albee
memiliki skala global dan menekankan bahwa konselor harus mengurangi efek
negatif dari biologi dan stress, sementara pada saat yang sama meningkatkan
efek positif dari keahlian remaja dalam menghadapi masalah, harga diri dan
sistem dukungan.
Kedua model
tersebut membutuhkan kemauan konselor untuk membangun jaringan dan lembaga
individu lain. Konselor harus meluangkan waktu dan energi cukup banyak dalam
membuat program yang mungkin tidak langsung memberi hasil. Bentuk pencegahan
primer yang lain adalah menekankan perkembangan yang sehat, yaitu penanganan
secara positif dan pertumbuhan sehingga individu dapat dengan efektif menangani
krisis yang mereka hadapi. Pengintegrasian perkembangan manusia dan menekankan
peningkatan perkembangan dan pertumbuhan manusia yang sehat menghasilkan enam
tren perkembangan pribadi: pertahanan hidup, pertumbuhan komunikasi,
pengenalan, penguasaan dan pemahaman. Konseling kesehatan mental diperlengkapi
ke arah perbaikan diri dalam hubungan antar-pribadi dan kinerja. Memusatkan
diri pada lingkungan seseorang adalah penekanan pencegahan lainnya dari
konselor kesehatan mental, baik dilakukan secara global atau lebih individu.
Lingkungan memiliki karakter seperti manusia, dan beberapa lingkungan dominan
dan kaku, sementara sebagian lainnya lebih fleksibel dan suportif.
Untuk dapat
memanfaatkan pandangan ekologi-sosial, konselor kesehatan mental harus
melakukan hal-hal berikut.
1. Mengenali
masalah sebagai sesuatu yang pada pokoknya berhubungan dengan lingkungan
tertentu.
2. Memperoleh
persetujuan dari klien dan pihak bermakna lainnya yang berada di lingkungan
klien.
3. Mengukur
kedinamisan variabel di suatu lingkungan. Konselor dapat bekerjasama dengan
klien untuk menentukan bagaimana lingkungan berfungsi menguntungkan atau tidak
menguntungkan bagi kebutuhan klien.
4. Menyelenggarakan
perubahan sosial yang dan inisiatif penghakiman sosial jika dibutuhkan.
Konselor dapat membantu klien dengan metode- metode khusus untuk meningkatkan
lingkungannya sekarang ini.
5. Mengevaluasi
hasilnya. Tidak ada satu cara pun untuk melakukannya, namun semakin jelas klien
mengutarakan kriterianya mengenai lingkungan yang ideal, semakin baik juga
kemungkinan evaluasinya. Secara keseluruhan yang ditekankan dalam pencegahan
kesehatan mental adalah kesejahteraan positif (aktivitas yang berhubungan
dengan kesehatan baik pencegahan maupun remediasi dan mempunyai nilai terapi
bagi individu yang melakukannya secara konsisten). Aktivitas semacam ini
termasuk makan-makanan alami, mengkonsumsi vitamin, pergi ke pusat kebugaran,
meditasi, olahraga teratur, dan menggali beraneka pendekatan kemanusiaan dan
antar pribadi.
Pencegahan Sekunder dan
Tersier Selain pencegahan primer.
Konselor kesehatan mental berkonsentrasi pada pencegahan sekunder (mengendalikan masalah kesehatan mental yang sudah ada di permukaan terapi belum parah) dan pencegahan tersier (mengendalikan masalah kesehatan mental yang serius agar tidak menjadi kronis atau mengancam kehidupan). Berbeda dengan pencegahan primer, konselor kesehatan mental menilai fungsi klien dan kemudian, jika tepat, menggunakan teori dan teknik yang dikembangkan untuk merawat gejala dan kondisi utama gejala. Konselor kesehatan mental yang melakukan perawatan sering menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah dalam memberi respons yang baik terhadap sejumlah orang yang membutuhkan dan mencari layanan esehatan mental. Tidak setiap orang yang membutuhkan layanan perawatan untuk gangguan ringan maupun besar dapat ditangani dengan baik oleh pemberi layanan kesehatan mental, seperti konselor, psikiater, psikolog dan pekerja sosial.
Konselor kesehatan mental berkonsentrasi pada pencegahan sekunder (mengendalikan masalah kesehatan mental yang sudah ada di permukaan terapi belum parah) dan pencegahan tersier (mengendalikan masalah kesehatan mental yang serius agar tidak menjadi kronis atau mengancam kehidupan). Berbeda dengan pencegahan primer, konselor kesehatan mental menilai fungsi klien dan kemudian, jika tepat, menggunakan teori dan teknik yang dikembangkan untuk merawat gejala dan kondisi utama gejala. Konselor kesehatan mental yang melakukan perawatan sering menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah dalam memberi respons yang baik terhadap sejumlah orang yang membutuhkan dan mencari layanan esehatan mental. Tidak setiap orang yang membutuhkan layanan perawatan untuk gangguan ringan maupun besar dapat ditangani dengan baik oleh pemberi layanan kesehatan mental, seperti konselor, psikiater, psikolog dan pekerja sosial.
2.7. PERAN LAYANAN
KONSELING TERHADAP PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK
Sebagaimana
telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, yaitu landasan teori dan definisi
istilah, bahwa layanan bimbingan konseling dilakukan melalui berbagai jenis
layanannya dengan mempertimbangkan kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan
perkembangan kehidupan pembelajaran serta perencanaan karir. Jenis-jenis layanan
bimbingan konseling dapat membantu peserta didik untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapinya termasuk permasalahan yang menyangkut kesehatan mental.
Keberhasilan perserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar bukan hanya
ditentukan dari inteligensi yand dimiliki oleh peserta didik tetapi juga
dipengaruhi salah satunya oleh faktor kesehatan mental peserta didik. Dengan
adanya layanan bimbingan konseling diharapkan menjadikan pengaruh yang baik
bagi para peserta didik terutama pada tingkah laku peserta didik, yaitu peserta
didik akan lebih terarah, berani dalam mengambil keputusannya sendiri, tidak
rendah diri (pesimis) melainkan selalu optimis apa yang ia lakukan artinya
kesehatan mentalnya normal tidak dipengaruhi pada hal-hal yang negatif. Kegiatan
kerja umum dalam konseling kesehatan mental termasuk janji penjadwalan klien,
menyelesaikan penilaian risiko pada klien yang diperlukan, berbicara dan
konseling dengan klien (untuk membantu mereka membuat keputusan tentang diri
mereka sendiri, kehidupan mereka dan bahkan hubungan dan tujuan masa depan),
menyediakan perawatan dan pengobatan yang konsisten program untuk klien, klien
menyimpan catatan yang akurat, file dan dokumentasi dan perencanaan perawatan
yang paling efektif. Konselor akan mendiagnosa kondisi mental dan emosiona
peserta didik serta mengeksplorasi solusi yang dibas dilakukan dan dikembangkan
sekolah adalah salah satu lembaga yang mempunyai peranan penting terhadap
perkembangan jiwa anak, hal ini karena interaksi antara anak dengan guru di
sekolah cukup intensif dan berlangsung cukup lama. Sekolah tidak hanya
berfungsi untuk mencerdaskan melainkan juga berpengaruh terhadap kesehatan
mental seorang peserta didik. Kesehatan mental memiliki pengaruh yang besar
terhadap kesehatan fisik peserta didik, maka perlu dibina dan dicegahnya
berkembangnya berbagai macam gangguan mental sedini mungkin. Peran konselor
melalui layanan konselingnya sangat diperlukan di samping peran orang tua dan
lingkungan, karena persoalan-persoalanyang dihadapi oleh peserta didik
sebagaian besar dihadapi di sekolah. Layanan konseling yang diberikan kepada
peserta didik dapat memberikan pencegahan dan peningkatan kesehatan mental
maupun untuk perawatan kelainan dan disfungsi mental.
Layanan
konseling dapat mencegah dan meningkatkan kesehatan mental untuk gangguan
mental yang sering dihadapi oleh peserta didik sebagai berikut :
1. Rasa
tidak aman dari peserta didik Rasa tidak aman dapat digambarkan sebagai suatu
sikap atau keyakinan individu bahwa dia tidak disukai oleh orang-orang, tidak
memapu mengerjakan sesuatu, dan perasaan tiak aman atau jiwanya terancam. Dalam
hal demikian, konselor dapat memberikan layanan konseling kesehatan mental
kepada peserta didik dengan teknik dan pendekatan konseling yang sesuai.
Layanan konseling yang diberikan akan memberikan kepercayaan kepada siswa bahwa
masih ada juga orang mencintai dirinya. Konselor dapat membantu dengan
mengurangi ketegangan yang dihadapi oleh peserta didik dengan melakukan tatap
muka konseling dengan peserta didik untuk mengeluarkan isi hatinya.
2. Manifestasi
dari rasa kurang harga diri peserta didik Pada beberapa situasi, peserta didik
cukup mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, namun
terkadang masih juga timbul kurang percaya diri yang dialami peserta didik.
Pada peserta didik yang kurang dapat menyesuaikan diri tampak rasa kurang harga
diri pada sebagian besar dari tingkah lakunya.di
kelas, peserta didik yang kurang harga diri dapat ditemui dalam bentuk selalu
membuat kegaduhan baik dengan bersuara, gerakan-gerakan kakinya maupun
tangannya dengan maksud mencari perhatian. Para konselor yang ditugaskan di
sekolah harus menyadari bahwa untuk peserta didik yang menginjak usia dewasa,
sedang berada dalam periode yang kritis untuk timbul rasa harga diri. Layanan
konseling baik layanan konseling individu maupun layanan konseling kelompok
dapat membantu meningkatkan kondisi kesehatan mental perserta didik. Sebagai
contoh layanan konseling kelompok, dapat membuat peserta didik mengerti akan
permasalahannya dan bersama-sama dengan konselor menggali solusi yang sesuai
untuk peserta didik.
3. Manifestasi
Rasa Bermusuhan Rasa bermusuhan adalah merupakan faktor yang penting dari
beberapa jenis gangguan mental. Reaksi cemas, suatu bentuk dari neurosa, timbul
dari impul-impuls bermusuhan dari bermacam-macam jenis. Konselor di lingkungan
pendidikan memegang peranan yang sangat penting, sebab dia dapat melakukan
teknik konseling melaluai pencegahan primer dengan mengumpulkan
keterangan-keterangan yang diperlukan untuk membantu peserta didik dan nantinya
dapat mengubah suasana kehidupan bagi peserta didik yang dapat memberi efek
terapi. Sebagi bentuk pencegahan primer dan peningkatan kesehatan mental,
konselor dapat memperkenalkan kepada peserta didik tentang pentingnya kesehatan
mental, agar peserta didik mampu menangani atau menyesuaikan diri dengan
situasi yang dihadapinya. Situasi yang sering dihadapi oleh peserta didik
adalah relasi emosional yang negatif dengan guru, suka memberontah terhadap
aturan dan disiplin sekolah, menentang otoritas guru atau pendidik dan
lain-lain.
4. Stressor
psikososial Masa sekolah bisa menjadi masa yang menyenangkan jika dilalui
dengan baik dan lancar atau menakutan jika terdapat banyak stressor atau
tekanan- tekanan yang didapatkan. Stressor psikosial dalam baas tertentu akan
mendukung perkembangan kepribadian manusia. Namun stressor psikosial yang berat
akan mengakibatkan seorang peserta didik tidak mampu beradaptasi atau
menanggulangi sehingga akan berpengaruh pada motivasi maupun prestasi yang
dihasilkan. Dan jika stressor yang ada sangat berat, seseorang bisa sampai
mengalami gangguan kejiwaan baik berupa rasa cemas, insomnia (sulit tidur),
depresi hingga gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Konselor di lingkungan
pendidikan dapat melakukan pencgahan primer dengan melalui deteksi dini pada
peserta didik yang mengalami masalah yang nantinya masalah tersebut
mempengaruhi kesehatan mental peserta didik. Konselor dapat melakukan
pemantauan melalui pencapaian prestasi akademik. Apaka terdapat penurunan
prestasi ? apabila ada, apakah penurunan tersebut disebabkan gangguan
konsentrasi? gangguan memori? Kecemasan, mood menurun, perubahan tingkah laku ?
Tindakan pencegahan primer sebagai layanan konseling yang dapat diberikan
adalah juga dengan memberikan edukasi dini terhadap lingkungan pendidikan dari
gangguan mental, yang melibatkan para siswa sebagai peer group untuk turut
mengenali gejala awal gangguan mental yang dialami oleh teman-temannya.
Konseling kesehatan mental terhadap peserta didik akan memberian ketenangan dan
menghasilkan mental sehat yang akan berujung kepada tingkah laku produktif
peserta didik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sebagaimana
diamanatkan dalam UU Sisdiknas adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Sesuai dengan tujuan pendidikan dalam UU
Sisdiknas, maka salah satu tujuan pendidikan yang ada adalah peserta didik
diharapkan untuk menjadi manusia yang sehat. Menjadi manusia yang sehat di sini
adalah peserta didik menjadi manusia yang sehat secara fisik dan secara mental.
Kesehatan mental dari seorang peserta didik akan berpengaruh terhadap
keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pendidikan.
Konseling kesehatan mental terhadap peserta didik akan memberian ketenangan dan menghasilkan mental sehat yang akan berujung kepada tingkah laku produktif peserta didik. Kesehatan mental bernilai dalam membantu peserta didik untuk memahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Apabila peserta didik memahami dirinya sendiri dengan lebih baik dan menyadari dirinya berharga, maka peserta didik mempunyai kesanggupan untuk meneysuaikan diri, sehingga akan membawa kepada kenikmatan hidup dan terhindar dari gangguan mental, seperti kecemasan dan kegelisahan.
Konseling kesehatan mental terhadap peserta didik akan memberian ketenangan dan menghasilkan mental sehat yang akan berujung kepada tingkah laku produktif peserta didik. Kesehatan mental bernilai dalam membantu peserta didik untuk memahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Apabila peserta didik memahami dirinya sendiri dengan lebih baik dan menyadari dirinya berharga, maka peserta didik mempunyai kesanggupan untuk meneysuaikan diri, sehingga akan membawa kepada kenikmatan hidup dan terhindar dari gangguan mental, seperti kecemasan dan kegelisahan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos, 1999, Cet. II
Arifin, M., Pedoman Pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta:
Golden Terayo
Press, 1982, Cet. I.
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.
Rineke Cipta,
2006, Cet. XIII.
Daradjat,
Zakiah, Islam dan Kesehatan Mental,
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung,
1996, Cet. VIII.
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Landasan Psikologi
Proses Pendidikan, Bandung:
PT. Remaja
Rosdakarya, 2005, Cet. III
WEB
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus