Dibuat
untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah “Fiqih” yang dibimbing oleh bapak:
Muad Mustami,S.Ag
Disusun oleh:
Mudirul Achmad Ponja(1511080089)
Muhammad
Rais (1511080092)
Yeti
Asmiyarti (1511080170)
Kelas B

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN RADENINTAN LAMPUNG
1437 H/2016 M
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan
kepada Allah Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Yang berjudul ”IBADAH DALAM ISLAM”
Meskipun banyak
hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaian makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada teman – teman yang sudah
memberi kontribusi dan partisipasinya baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. kami
berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung,21 maret 2016
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................ .i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN2
A. Pengertian Ibadah.................................................................................................... 3
B. Apa dasar dasar hukum dalam
ibadah..................................................................... 4
C. pembagian
ibadah .................................................................................................... 7
D. bagaimana
syarat ibadah diterima............................................................................ 7
E. hakikat dan hikmahnya............................................................................................ 8
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
A.
Kesimpulan ............................................................................................................. 11
B.
Saran...................................................................................................................... ..11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kita sering mengenal seseorang dengan citra dirinya.
Ketika kita berbicara tentang kerakusan kita teringat pada Karun, dan kta
membicarakan tentang kultus individu dan pendewaan kita teringat pada Fir’aun.
Begitulah seterusnya, citra diri adalah kepribadian.
Kepribadian seorang muslim adalah sifat tertentu
dengan ciri yang membedakannya dengan non muslim. Kepribadian seorang muslim
terbentuk dari interaksi antara pembawaan dan lingkungan, serta bimbingan wahyu
yang terdapat dalam Alqur’an dan Hadist. Kepribadian yang terbimbing oleh wahyu
pastilah kepribadian yang kuat dan tahan uji, yang akan mampu mendatangkan
kebahagiaan. Agar kepribadian islami terbentuk pada diri seseorang, islam
memberikan ajaran yang disebut; ikhsan, ikhlas, tawakal, sabar dan mahabbah.
Ihsan merupakan sikap mental yang timbul dari kesadaran bahwa Allah akan terus
mengawasi perbuatan hamba-hambaNya.
Ikhlas adalah sikap memelihara niat suci, batin yang
bersih, lurus hati dalam bertindak, tidak berlaku pamer, berpura-pura dan
mengharapkan pamrih. Ikhlas adalah hanya mengharapkan ridha Allah. Ikhlas bisa
membuat seorang muslim tidak mudah tergoda oleh apapun, sebaliknya ikhlas
memperkukuh pertahanan dan ketahanan uji seseorang.
Tawakal
identik dengan sikap berserah diri setelah melakukan upaya yang optimal.
Tawakal mendorong seorang muslim untuk terus berupaya dan mempercayakan hasil
akhir upayanya semata-mata hanya kepada Allah SWT. Sabar menunjukan sikap
mental yang tidak suka mengeluh ketika ditimpa bencana dan kesulitan. Dengan
mengembangkan sikap sabar, seorang muslim sanggup menghadapi ujian apapun dalam
melaksanakan bakti dan perjuangan.
Mahabbah adalah cinta kepada sang Pencipta. Dengan
menyadari kemuliaan, kesempurnaan, kemahakuasaan dan kasih sayangNya,
terjelmalah hati sanubari seorang muslim. Dengan memiliki mahabbah, seorang
muslim akan menunjukan kesetiaan dalam menjalankan bakti perjuangan, sekalipun
untuk itu ia memberikan pengorbanan.
Manusia diciptakan bukan sekedar hidup mendiami dunia
ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggung-jawaban kepada
penciptanya, melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi
kepada-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an surah Al
Bayyinah ayat 5 :
وَيُقِيمُوا حُنَفَاء الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِينَ اللَّهَ لِيَعْبُدُوا إِلَّا أُمِرُوا وَمَا
الْقَيِّمَةِ دِينُ وَذَلِكَ الزَّكَاةَ وَيُؤْتُوا الصَّلَاةَ
Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.
Dapat kita pahami dari ayat ini bahwa manusia
diciptakan bukan sekedar sebagai unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya
tanpa tujuan, tugas dan tanggung-jawab. Sebagai makhluk yang diciptakan paling
sempurna, pada hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi kepada
penciptanya, Allah SWT.
Pada prinsipnya pengabdian manusia (ibadah) merupakan
sari dari ajaran Islam yang mempunyai arti penyerahan diri secara total pada
kehendak Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan
perbuatan dalam bentuk ibadah. Apabila ini dapat dicapai sebagai nilai dalam
sikap dan perilaku manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap
mengabdikan diri kepada Allah SWT dan tentunya bila keyakinan itu kemudian
diwujudkan dalam bentuk amal keseharian akan menjadikan maslahah dalam
kehidupan sosial.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Apakah pengertian ibadah?
2. Apa dasar dasar hukum dalam ibadah,serta pembagian nya?
3. bagaimana syarat
ibadah diterima,hakikat dan hikmahnya?
BAB II
1.Definisi Pengertian ibadah
Ibadah
secara etimologi berasal dari kata bahasa arab yaitu
abida-ya`budu-`abdan-`ibadatan, yang berarti taat, tunduk, patuh,dan
merendahkan diri. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan.
Seseorang yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah
disebut “abid” (yang beribadah).
Kemudian
pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai berikut
:
a. Menurut
ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:
“Mengesakan
dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa
kepada-Nya”Selanjutnya mereka mengatakan bahwa ibadah itu sama dengan tauhid.
Ikrimah salah seorang ahli hadits mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam
Al-Qur’an diartikan dengan tauhid.
b. Para
ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
“Mengerjakan
segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala bentuk syari’at
(hukum)“Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban) yang diwajibkan
atas pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun
masyarakat, termasuk kedalam pengertian ibadah
c. Menurut
ahli fikih ibadah adalah:
“Segala
bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Jadi
dari pengertian, Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang
disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan,
baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya.”
Pengertian
ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya
(ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalah pada umumnya,
maupun yang tidak dapat dipahami maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), seperti
shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud
maupun yang berhubungan dengan lidah seperti dzikir, dan hati seperti niat.
2. Dasar Hukum Ibadah
Dasar hukum atau dalil perintah pelaksanaan
ibadah adalah nash al-Quran. Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama
primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-hamba-Nya.
Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah
tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Surat Yasin ayat 60:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu
tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
kamu”. (Q.S. Yasin: 60)
2. Surat adz-Dzariyat ayat
56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.(Q.S. adz-Dzariyat: 56)
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk
menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat untuk disembah ataupun
dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada
apapun.
3. Surat an-Nahl ayat 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu".
Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)”. (Q.S. an-Nahl: 36)
4. Firman Allah dalam
surat al-Anbiya ayat 25 :
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya: 25)
5. Firman Allah dalam
surat al-Anbiya ayat 92i:
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang
satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Q.S. al-Anbiya: 92)
Dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Diutusnya para Rasul untuk
menyampaikan syari'at
yang telah ditetapkan olehm
Allah kepada umat manusia adalah supaya manusia mengetahui kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rangka mensyukuri nikmat yang telah Allah
anugerahkan kepadanya.
Hukum-hukum Ibadah
Dari penjelasan-penjelasan diatas bahwa dapat kita pahami
bahwa ibadah adalah mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah
seperti amalan wajib dan sunat dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya
seperti haram dan makruh. Dengan demikian hukum melaksanakan Ibadan ada empat,
yaitu wajib, sunat, haram, dan makruh.
A. Wajib
Yang dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum islam adalah ketentuan
syar’i yang menuntut para mukallaf untuk melakukanya dengan tuntutan yang
mengikat serta diberi imbalan pahala bagi yang melakukanya dan ancaman dosa
bagi yang meninggalkanya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebaginya.
B. Sunat
Yang dimaksud dengan sunat adalah ketentuan Syar’i tentang berbagai
amaliah yang harus dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat. Dan
pelakunya diberi imbalan pahala tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkanya,
seperti membaca al-Quran, Puasa Senin-Kamis, ‘Iktiqaf, sedeqah, dan sebaginya.
C. Haram
Yang dimaksud dengan haram adalah tuntutan syar’i kepada mukallaf untuk
meninggalkanya dengan tuntutan yang mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang
mematuhi untuk meninggalkannya dan balasan dosa bagi yang tidak mematuhi untuk
meninggalkannya, sperti zina, mencuri termasuk korupsi, merampok, menipu, dan
sebaginya.
D. Makruh
Yang dimaksud dengan makruh adalah tuntutan syar’i kepada mukallaf untuk
meninggalkanya dengan tuntutan yang tidak mengikat, beserta imbalan pahala bagi
yang mematuhi untuk meninggalkannya dan tidak berdosa bagi yang tidak mematuhi
untuk meninggalkannya, sperti memakan bawang, merokok, memakan kepiting, dan
sebagainya.
Secara garis besar, ibadah itu dibagi dua,
yaitu ibadah pokok yang dalam kajian ushul fiqh dimasukkan dalam hukum wajib,
baik wajib ‘ain atau wajib kifayah. Termasuk kedalam kelompok ibadah pokok itu
adalah apa yang menjadi rukun islam dalam arti akan dinyatakan keluar dari
islam bila sengaja meninggalkannya yaitu ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji.
Yang kedua adalah ibadah tambahan yang dalam
kajian ushul fiqh dimasukkan dalam hokum sunat, baik sunat muaakkadah, sunat
yang mempunyai waktu, maupun sunat mutlaq.
Selain dua pokok tersebut. ibadah juga
terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja'
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan
shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati,
lisan dan badan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan,
hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka
kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari'at-Nya. Maka
siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari'atkan-Nya maka ia adalah
mubtadi' (pelaku bid'ah), dan siapa yang hanya menyembah-Nya dengan
syari'at-Nya, maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah).
3.Pembagian Ibadah
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhoh dan
ibadah ammah. Ibadah mahdhah (murni), adalah suatu rangkaian
aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah
dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan
oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Yang termasuk
Ibadah mahdhoh misalnya: Shalat, puasa, Zakat, dan haji.[10]
Selain
ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu
Ibadah Ghair al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni
sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu:
pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah
sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ada pula yang
memberikan definisi ibadah ammah dengan semua perbuatan yang mendatangkan
kebaikan dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti
minum, makan, dan bekerja mencari nafkah.
4. Syarat-Syarat
Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah
yang disyari’atkan kecuali berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah. Apa
yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah
mardûdah (bid’ah yang
ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka
amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang
penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu
amal (ibadah) ada dua macam yaitu[5]:
1. Ikhlas
“Katakanlah:
“Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya
menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah: “Sesungguhnya aku
takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku”.
Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (QS az-Zumar/39 : 11-14).
2. Ittiba’
Rasul. Dilakukan secara sah yang
sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
“Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
“Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya”. (QS al-Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha
illallâh, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh
dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat
Muhammad Rasulullah s.a.w., karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul,
mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang
diada-adakan
5.Hakikat Dan Hikmah Ibadah
Hakikat ibadah
Tujuandiciptakannyamanusia di mukabumiiniyaituuntukberibadahkepada-Nya.
Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam IbnuTaimiyah
adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh
Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang zhahir
(nyata).
Adapunhakekatibadahyaitu:
1. Ibadah adalah tujuan hidup kita.
2. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang
Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri kepadaNya.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah
Allah dan meninggalkan larangan-Nya
4. Cinta,maksudnya cinta kepada.Allah.dan Rasul-Nya yang mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.
5. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segalasesuatu yang dicintai Allah).
6. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang
mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan
melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan
hidupnya akan terwujud.
1. Tidak Syirik. Seorang
hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada
Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui
segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada,
sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
2. Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul
karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan
Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah
dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa
takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban
bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu
kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan
balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankankewajiban.
3. Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang
kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan
ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat
sebuah baju yang harus selaludipakai dimanapun manusia berada.
4. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi
lebih peka dengan keadaan lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat
pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika
melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang
yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.
5. Tidak kikir. Harta
yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang
seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan
manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir
akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam
menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah
bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai
bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan hartauntuk keperluan
umat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibadah
adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh
Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun
tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya Fungsi
ibadah adalah mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya, mendidik
mental, dan menjadikan diri disiplin.Hikmah ibadah adalah menjadikan manusia
yang disiplin dan bertanggungjawab.Keutamaan ibadah adalah untuk mensucikan
jiwa dan meningkatkan derajat manusia dihadapan tuhannya.
Saran
Sebagai manusia hendaknya kita tidak
melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu untuk beribadah kepada Allah swt
sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah mahdah (khusus) maupun
dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata ikhlas untuk mencapai
ridha Allah.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
1.Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Gema
Risalah Press Banduung Jakarta Barat
2.Dr. Muniron, DKK, Studi Islam STAIN jember Press :
Jember. 2010
3.Drs. Atang ABD. Hakim, MA dan
Dr. Jain Mubarok, Metodologi Studi
Islam, Bandung : PT Remaja Pesdakarya, 2000.
4.Drs. Nazar Bakry, Fiqh Dan Ushul Fiqh, Jakarta : CV.
Rajawali Press, 1993.
5.Amin Abdulloah, Falsafat Kalam Di Era Post Modernisme, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1997).
WEB
joya shoes 586n6dzleo602 joya sko,joya sko,joya skor,Cipő joya,zapatos joya,joya schoenen verkooppunten,Scarpe joya,chaussures joya,joya schuhe wien,joya schuhe joya shoes 805t8qmlam104
BalasHapus