Kamis, 09 Juni 2016

makalah ibadah dalam islam


 
 “IBADAH DALAM ISLAM”
Dibuat untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah “Fiqih” yang dibimbing oleh bapak: Muad Mustami,S.Ag


Disusun oleh:
  Mudirul Achmad Ponja(1511080089)
  Muhammad Rais          (1511080092)
  Yeti Asmiyarti              (1511080170)
                
                        Kelas B

logo_iain_raden_intan_bandar_lampung.jpg


PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN RADENINTAN LAMPUNG
1437 H/2016 M

KATA PENGANTAR

Puji  Syukur  kami  ucapkan kepada  Allah  Yang  Maha  Esa,  karena  atas  berkat  rahmat dan  karunia-Nya,  makalah  ini  dapat  terselesaikan  dengan  baik.  Yang   berjudul ”IBADAH DALAM ISLAM”
 Meskipun banyak hambatan yang kami  alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaian makalah ini tepat pada waktunya.
        Tidak  lupa kami sampaikan terima kasih kepada teman – teman yang sudah memberi kontribusi dan partisipasinya  baik secara langsung maupun  tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami  menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung,21 maret 2016

Tim Penulis











DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ .i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii   
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.    Latar Belakang......................................................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN2
A.    Pengertian Ibadah.................................................................................................... 3
B.    Apa dasar dasar hukum dalam ibadah..................................................................... 4
C.    pembagian ibadah .................................................................................................... 7
D.    bagaimana syarat ibadah diterima............................................................................ 7
E.     hakikat dan hikmahnya............................................................................................ 8

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
A.        Kesimpulan ............................................................................................................. 11
B.         Saran...................................................................................................................... ..11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
              Kita sering mengenal seseorang dengan citra dirinya. Ketika kita berbicara tentang kerakusan kita teringat pada Karun, dan kta membicarakan tentang kultus individu dan pendewaan kita teringat pada Fir’aun. Begitulah seterusnya, citra diri adalah kepribadian.
              Kepribadian seorang muslim adalah sifat tertentu dengan ciri yang membedakannya dengan non muslim. Kepribadian seorang muslim terbentuk dari interaksi antara pembawaan dan lingkungan, serta bimbingan wahyu yang terdapat dalam Alqur’an dan Hadist. Kepribadian yang terbimbing oleh wahyu pastilah kepribadian yang kuat dan tahan uji, yang akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Agar kepribadian islami terbentuk pada diri seseorang, islam memberikan ajaran yang disebut; ikhsan, ikhlas, tawakal, sabar dan mahabbah. Ihsan merupakan sikap mental yang timbul dari kesadaran bahwa Allah akan terus mengawasi perbuatan hamba-hambaNya.
              Ikhlas adalah sikap memelihara niat suci, batin yang bersih, lurus hati dalam bertindak, tidak berlaku pamer, berpura-pura dan mengharapkan pamrih. Ikhlas adalah hanya mengharapkan ridha Allah. Ikhlas bisa membuat seorang muslim tidak mudah tergoda oleh apapun, sebaliknya ikhlas memperkukuh pertahanan dan ketahanan uji seseorang.
              Tawakal identik dengan sikap berserah diri setelah melakukan upaya yang optimal. Tawakal mendorong seorang muslim untuk terus berupaya dan mempercayakan hasil akhir upayanya semata-mata hanya kepada Allah SWT. Sabar menunjukan sikap mental yang tidak suka mengeluh ketika ditimpa bencana dan kesulitan. Dengan mengembangkan sikap sabar, seorang muslim sanggup menghadapi ujian apapun dalam melaksanakan bakti dan perjuangan.
              Mahabbah adalah cinta kepada sang Pencipta. Dengan menyadari kemuliaan, kesempurnaan, kemahakuasaan dan kasih sayangNya, terjelmalah hati sanubari seorang muslim. Dengan memiliki mahabbah, seorang muslim akan menunjukan kesetiaan dalam menjalankan bakti perjuangan, sekalipun untuk itu ia memberikan pengorbanan.  
              Manusia diciptakan bukan sekedar hidup mendiami dunia ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggung-jawaban kepada penciptanya, melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi kepada-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an surah Al Bayyinah ayat 5 :

وَيُقِيمُوا حُنَفَاء الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِينَ اللَّهَ لِيَعْبُدُوا إِلَّا أُمِرُوا وَمَا
الْقَيِّمَةِ دِينُ وَذَلِكَ الزَّكَاةَ وَيُؤْتُوا الصَّلَاةَ
Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
          
        Dapat kita pahami dari ayat ini bahwa manusia diciptakan bukan sekedar sebagai unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya tanpa tujuan, tugas dan tanggung-jawab. Sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna, pada hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi kepada penciptanya, Allah SWT.
        Pada prinsipnya pengabdian manusia (ibadah) merupakan sari dari ajaran Islam yang mempunyai arti penyerahan diri secara total pada kehendak Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam bentuk ibadah. Apabila ini dapat dicapai sebagai nilai dalam sikap dan perilaku manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdikan diri kepada Allah SWT dan tentunya bila keyakinan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk amal keseharian akan menjadikan maslahah dalam kehidupan sosial.

B.     Rumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apakah pengertian ibadah?
2.      Apa dasar dasar hukum dalam ibadah,serta pembagian nya?
3.      bagaimana syarat ibadah diterima,hakikat dan hikmahnya?

BAB II
PEMBAHASAN

1.Definisi Pengertian ibadah

Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa arab yaitu abida-ya`budu-`abdan-`ibadatan, yang berarti taat, tunduk, patuh,dan merendahkan diri. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah).
Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai berikut :
a.       Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:
“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya”Selanjutnya mereka mengatakan bahwa ibadah itu sama dengan tauhid. Ikrimah salah seorang ahli hadits mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an diartikan dengan tauhid.
b.      Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala bentuk syari’at (hukum)“Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban) yang diwajibkan atas pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat, termasuk kedalam pengertian ibadah
c.       Menurut ahli fikih ibadah adalah:
“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Jadi dari pengertian, Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”
Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), seperti shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti dzikir, dan hati seperti niat.

2. Dasar Hukum Ibadah
          Dasar hukum atau dalil perintah pelaksanaan ibadah adalah nash al-Quran. Di  dalam al-Qur'an  banyak  sekali  ayat-ayat  yang menyatakan  perintah kepada hamba  Allah  untuk melaksanakan  ibadah.  Ibadah  dalam  Islam sebenarnya bukan  bertujuan  supaya Tuhan disembah  dalam  arti  penyembahan  yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa syukur atas  nikmat  yang  telah  dikaruniakan  Allah  atas  hamba-hamba-Nya.
Adapun  ayat-ayat  yang  menyatakan  perintah  untuk  melaksanakan  ibadah
tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Surat Yasin ayat 60:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (Q.S. Yasin: 60)

2. Surat adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.(Q.S.  adz-Dzariyat: 56)

Dari  ayat  di  atas,  jelaslah  bahwa  Allah menciptakan  jin  dan manusia semata-mata untuk menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat untuk disembah ataupun dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada apapun.

3. Surat an-Nahl ayat 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu". Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (Q.S. an-Nahl: 36)

4. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25 :
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya: 25)

5. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92i:
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Q.S. al-Anbiya: 92)

          Dari  ayat-ayat  yang  telah  dikemukakan  di  atas,  tampak  jelas  bahwa Allah memerintahkan  hamba-Nya  untuk  senantiasa  beribadah  kepada-Nya. Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan  syari'at yang  telah ditetapkan olehm Allah  kepada  umat manusia  adalah  supaya  manusia  mengetahui kewajiban-kewajiban  apa  saja  yang  harus dilaksanakannya  dalam  rangka  mensyukuri nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

Hukum-hukum Ibadah
          Dari penjelasan-penjelasan diatas bahwa dapat kita pahami bahwa ibadah adalah mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah seperti amalan wajib dan sunat dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya seperti haram dan makruh. Dengan demikian hukum melaksanakan Ibadan ada empat, yaitu wajib, sunat, haram, dan makruh.
A. Wajib
Yang dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum islam adalah ketentuan syar’i yang menuntut para mukallaf untuk melakukanya dengan tuntutan yang mengikat serta diberi imbalan pahala bagi yang melakukanya dan ancaman dosa bagi yang meninggalkanya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebaginya.


B. Sunat
Yang dimaksud dengan sunat adalah ketentuan Syar’i tentang berbagai amaliah yang harus dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat. Dan pelakunya diberi imbalan pahala tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkanya, seperti membaca al-Quran, Puasa Senin-Kamis, ‘Iktiqaf, sedeqah, dan sebaginya.

C. Haram
Yang dimaksud dengan haram adalah tuntutan syar’i kepada mukallaf untuk meninggalkanya dengan tuntutan yang mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang mematuhi untuk meninggalkannya dan balasan dosa bagi yang tidak mematuhi untuk meninggalkannya, sperti zina, mencuri termasuk korupsi, merampok, menipu, dan sebaginya.

D. Makruh
Yang dimaksud dengan makruh adalah tuntutan syar’i kepada mukallaf untuk meninggalkanya dengan tuntutan yang tidak mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang mematuhi untuk meninggalkannya dan tidak berdosa bagi yang tidak mematuhi untuk meninggalkannya, sperti memakan bawang, merokok, memakan kepiting, dan sebagainya.

Secara garis besar, ibadah itu dibagi dua, yaitu ibadah pokok yang dalam kajian ushul fiqh dimasukkan dalam hukum wajib, baik wajib ‘ain atau wajib kifayah. Termasuk kedalam kelompok ibadah pokok itu adalah apa yang menjadi rukun islam dalam arti akan dinyatakan keluar dari islam bila sengaja meninggalkannya yaitu ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji.
Yang kedua adalah ibadah tambahan yang dalam kajian ushul fiqh dimasukkan dalam hokum sunat, baik sunat muaakkadah, sunat yang mempunyai waktu, maupun sunat mutlaq.
Selain dua pokok tersebut. ibadah juga terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari'at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari'atkan-Nya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah), dan siapa yang hanya menyembah-Nya dengan syari'at-Nya, maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah).

3.Pembagian Ibadah
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhoh dan ibadah ammah. Ibadah mahdhah (murni), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Yang termasuk Ibadah mahdhoh misalnya: Shalat, puasa, Zakat, dan haji.[10]
Selain ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah Ghair al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu:  pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ada pula yang memberikan definisi ibadah ammah dengan semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum, makan, dan bekerja mencari nafkah.

4. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardûdah (bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu[5]:
1.  Ikhlas
Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku”. Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (QS az-Zumar/39 : 11-14).

2.  Ittiba’ Rasul. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS al-Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha illallâh, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah s.a.w., karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan

5.Hakikat Dan Hikmah Ibadah

Hakikat ibadah
Tujuandiciptakannyamanusia di mukabumiiniyaituuntukberibadahkepada-Nya. Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam IbnuTaimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang zhahir (nyata).
Adapunhakekatibadahyaitu:

1.  Ibadah adalah tujuan hidup kita.
2.   Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri kepadaNya.
3.  Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya
4.  Cinta,maksudnya cinta kepada.Allah.dan Rasul-Nya yang  mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.
5.  Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segalasesuatu yang dicintai Allah).
6.     Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud.

Hikmah Ibadah
1.   Tidak Syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
2.   Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankankewajiban.
3.   Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selaludipakai dimanapun manusia berada.
4.  Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.
5.   Tidak kikir. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan hartauntuk keperluan umat.














BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya Fungsi ibadah adalah mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya, mendidik mental, dan menjadikan diri disiplin.Hikmah ibadah adalah menjadikan manusia yang disiplin dan bertanggungjawab.Keutamaan ibadah adalah untuk mensucikan jiwa dan meningkatkan derajat manusia dihadapan tuhannya.

Saran
Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata ikhlas untuk mencapai ridha Allah.















DAFTAR PUSTAKA

BUKU

1.Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Gema Risalah Press Banduung Jakarta Barat
2.Dr. Muniron, DKK, Studi Islam STAIN jember Press : Jember. 2010
3.Drs. Atang ABD. Hakim, MA dan Dr. Jain Mubarok, Metodologi Studi Islam,   Bandung : PT Remaja Pesdakarya, 2000.
4.Drs. Nazar Bakry, Fiqh Dan Ushul Fiqh, Jakarta : CV. Rajawali Press, 1993.
5.Amin Abdulloah, Falsafat Kalam Di Era Post Modernisme, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997).

WEB